1. KUMPULAN ARTIKEL BISNIS
Pemimpin Perusahaan yang Tangguh
Muhammad Subair
Pengusaha Muslim, Pemilik Guyub Teknologi
Nusantara
Semua pekerjaan, besar maupun kecil, harus
dilakukan oleh orang yang tepat. Istilah populernya, right man in the right
place. Rasulullah SAW beberapa abad yang lampau telah mengingatkan, “Jika suatu
urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya (tidak memiliki kapasitas
untuk mengembannya), maka tunggulah saat kehancurannya.” (HR al-Bukhari)
Pemimpin memegang kendali terhadap apa yang
dipimpinnya. Dan di tangan pemimpin, masa depan perusahaan dan seluruh stake
holdernya ditentutan. Seorang pemimpin perusahaan yang ideal, harus mempunyai
kapabilitas dan profesionalitas.
Dan sudah begitu banyak buku manajemen maupun
psikologi karya para ahli, mencoba merumuskan karakteristik pemimpin perusahaan
yang tangguh dan efektif. Dalam buku The 7 Habits of Highly Effective Person
(1989), Stephen R Covey menguraikan beberapa kriteria pemimpin organisasi yang
efektif. Yaitu:
Pertama, mau terus belajar. Pemimpin harus
menganggap seluruh hidupnya sebagai rangkaian dari proses belajar yang tiada
henti untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasannya.
Kedua, berorientasi pada pelayanan. Pemimpin
yang baik, akan melihat kehidupannya sebagai misi, bukan karir. Ukuran
keberhasilannya adalah bagaimana ia bisa menolong dan melayani orang lain.
Karena dasar kepemimpinannya adalah kesediaan untuk memikul beban orang lain.
Ketiga, memberikan energi positif. Energi yang
dipancarkan ini akan mempengaruhi orang-orang di sekitarnya. Sehingga pemimpin
berkarakter ini dapat tampil sebagai juru damai dan penengah, untuk menghadapi
dan membalikkan energi destruktif menjadi positif.
Keempat, mempercayai orang lain. Dengan
mempercayai orang lain, maka pemimpin dapat menggali dan menemukan kemampuan
tersembunyi dari pekerjanya.
Kelima, memiliki keseimbangan hidup. Pemimpin
efektif merupakan pribadi seimbang, tidak berlebihan, mampu menguasai diri,
bijak, tidak gila kerja dan menjadi budak rencana-rencana sendiri.
Keenam, jujur pada diri sendiri. Sikap ini
ditunjukkan dengan sikap mau mengakui kesalahan dan melihat keberhasilan,
sebagai hal yang berjalan berdampingan dengan kegagalan.
Ketujuh, mau melihat hidup sebagai sesuatu
yang baru. Pemimpin seperti ini akan memiliki kehendak, inisiatif, kreatif,
dinamis dan cerdik bersikap.
Kedelapan, memegang teguh prinsip. Ia tak akan
mudah dipengaruhi, namun untuk hal-hal tertentu ia dapat bersifat luwes penuh
harus kompromi.
Kesembilan, sinergistik. Pemimpin harus
menjadi katalis perubahan. Sehingga setiap situasi yang dimasukinya, selalu
diupayakan menjadi lebih baik. Karena ia selalu produktif dalam cara-cara baru
dan kreatif.
Kesepuluh, selalu memperbaharui diri. Pemimpin
harus bersedia secara teratur melatih empat dimensi kepribadian manusia. Yaitu
fisik, mental, emosi, dan spiritual, untuk memperbarui diri secara bertahap.
Sedangkan Warren Bennis (Managing People is
like Herding Cats, 1997) mensyaratkan beberapa karakteristik sebagai pemimpin
perusahaan yang tangguh:
Pertama, pengenalan diri. Pemimpin yang
tangguh pasti mampu mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Ia akan sering
menggunakan jasa pihak lain untuk memberi masukan dan pemahaman atas
kepribadiannya. Dengan bekal pemahaman atas dirinya, ia dapat bergerak maju
memperbaiki kekurangan, dan melesat jauh bersama kelebihannya.
Kedua, terbuka terhadap umpan balik. Pemimpin
yang efektif akan mengembangkan sumber-sumber umpan balik yang bervariasi dan
berharga mengenai perilaku dan kinerja dirinya. Ia cenderung memiliki gaya yang
terbuka. Dalam proses pembelajaran itu, ia akan menjadi sangat reflektif
terhadap apa yang dikerjakannya, kendati itu dapat membuat dirinya rawan
terhadap kritik.
Ketiga, pengambil resiko yang selalu ingin
tahu. Kebanyakan pemimpin adalah petualang, pengambil risiko, dan selalu ingin
tahu, bahkan sangat ingin tahu. Mereka tampak mampu mengambil resiko sangat
besar dan membiasakan dirinya selalu terlibat dalam situasi berbahaya. Hampir
selalu terjadi, para pemimpin besar mengalami kemunduran, krisis, atau
kegagalan dalam kehidupan mereka.
Keempat, konsentrasi pada pekerjaan. Pemimpin
yang tangguh adalah orang yang walau berkemampuan kecil dalam hubungan
antarpribadi, tapi memiliki tingkat konsentrasi yang luar biasa. Matanya tajam
fokus pada pekerjaan, perusahaan, sasaran-sasaran, dan misi-misinya.
Kelima, menyeimbangkan tradisi dengan
perubahan. Alfred North Whitehead pernah mengatakan, pemimpin efektif harus
memiliki keterikatan, baik dengan budaya maupun kebutuhan perbaikan dan
perubahan.
Keenam, bertindak sebagai model dan mentor.
Pemimpin yang tangguh akan bangga menjadi mentor, dan merasa menang ketika
berhasil melahirkan pemimpin-pemimpin baru. Ia akan menghargai kemenangan itu
dengan menjadikan seluruh periode kehidupan sebagai proses belajar, dan
memanfaatkan semua pengalaman secara didaktik.
Selain dua rumusan karakteristik di atas,
masih banyak lagi rumusan ciri dan karakteristik pemimpin perusahaan yang
tangguh dan efektif. Enterprising Nation (1995) mensyaratkan untuk menjadi
pemimpin perusahaan yang tangguh harus memiliki delapan kompetensi. Yaitu:
people skills, strategic thinker, visionary, flexible and adaptable to change,
self-management, team player, ability to solve complex problem and make
decisions, dan ethical/high personal standards.
Sedangkan American Management Association
(Eighteen Manager Competencies, 1998) menuliskan 18 kompetensi yang harus
dimiliki manajer tangguh. Yaitu: efficiency orientation, proactivity, concern
with impact, diagnostic use of concepts, use of unilateral power, developing
others, spontaneity, accurate self-assessment, self-control, stamina and
adaptability, perceptual objectivity, positive regard, managing group process,
use of sosialized power, self-confidence, conceptualization, logical thought,
dan use of oral presentation.
Prinsip Kriteria Islam
Target konsep-konsep modern di atas, terlihat
hanya untuk mendapatkan keuntungan dunia. Sementara Islam telah memberi solusi
lebih dari itu, agar yang kita kerjakan juga dapat menghasilkan keuntungan
akhirat, di samping dunia.
Sebagai agama yang komprehensif dan lengkap
mengatur segala aspek kehidupan manusia, Islam memiliki prinsip-prinsip
mendasar yang secara khusus mengatur penjabaran visi, misi, kewajiban, fungsi,
tugas, wewenang, tanggung jawab manusia di muka bumi. Tak terkecuali dalam
memimpin perusahaan.
Setiap pribadi yang mendapat amanah sebagai
pemimpin, harus mampu terus memegang prinsip-prinsip Islam (Qs. al-Baqarah [2]:
208). Dan Islam telah memberikan konsep dan prinsip yang lengkap dan sempurna
untuk membentuk pemimpin yang ideal. Yaitu:
Pertama, prinsip ibadah. Seorang pemimpin pada
hakikatnya adalah makhluk ciptaan Allah SWT. Maka sudah seharusnya seluruh amal
perbuatannya didasarkan pada tujuan utama ikhlas mencari ridha-Nya (Qs.
adz-Dzâriyat [51]: 56, dan an-Nisâ` [4]: 36).
Kedua, prinsip amanah. Pemimpin yang mengaku
beriman dan Islam, harus menjalankan dua jenis amanah yang dibebankan
kepadanya. Yaitu amanah dari Allah dan Rasul-Nya, berupa kewajiban untuk
menjalankan segala perintah Allah dan Rasul-Nya, serta menjauhi segala larangan
Allah dan Rasul-Nya. Serta amanah dari manusia, yang meliputi berbagai hal yang
menyangkut hajat hidup manusia sehari-hari. Baik dalam urusan pribadi, maupun
urusan bersama.
Setiap individu yang mendapat amanah dari
manusia untuk memimpin, mendapat beban amanah untuk mengurus, mengatur,
memelihara dan melaksanakan kewajiban itu secara baik dan benar (Qs. al-Anfâl
[8]: 27-28, dan ayat-ayat lainnya yang bermakna sama).
Ketiga, prinspip ilmu dan profesionalitas.
Prinsip ilmu maksudnya semua pekerjaan harus dilakukan berdasarkan ilmu
pengetahuan (Qs. al-Isrâ` [17]: 36). Imam Syafi’i mengatakan, “Barangsiapa yang
menginginkan dunia, maka hendaklah dengan ilmu. Barangsiapa menginginkan
akhirat, maka hendaklah dengan ilmu. Dan barangsiapa menginginkan kedua-duanya,
maka hendaklah dengan ilmu.” (Al-Majmû’ Imam an-Nawawi).
Keempat, prinsip keadilan. Allah Maha Adil dan
sangat mencintai keadilan. Dia telah banyak emberi perintah manusia untuk
berbuat adil (seperti Qs. an-Nisâ` [4]: 135, dan al-A’râf [7]: 29).
Kelima, prinsip etos kerja/kedisiplinan. Islam
adalah agama yang mengajarkan kerja keras dan usaha, di samping berdoa. Karena
Allah tak akan merubah suatu kaum, selain mereka merubahnya sendiri (Qs.
al-Anfâl [7]: 53). Manusia juga diperintahkan untuk mencari karunia Allah (Qs.
al-Jumu’ah [62]: 10). Lalu diperintahkan untuk tidak pasrah (Qs. al-Qashash
[28]: 77).
Keenam, prinsip akhlaqul-karîmah, seperti
diteladankan Rasulullah (Qs. al-Qalam [68]: 4). Allah telah menyampaikan, jika
manusia ingin memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat agar mencontoh dan
meneladani akhlak beliau (Qs. al-Ahzâb [33]: 21).
Bahan Bacaan:
Stephen R Covey, The 7 Habits of Highly
Effective Person, 1989
Warren Bennis, Managing People is like Herding
Cats, 1997
American Management Association, Eighteen
Manager Competencies, 1998
Mewujudkan Pikiran Gila
RHR Dodi Sarjana
Pemimpin Redaksi Tribun Pekanbaru
STEREOTIP. Istilah ini tentu tak asing lagi di
telinga kita. Kepercayaan bahwa seluruh anggota kelompok tertentu memiliki
sejumlah karakteristik yang sama, dianggap sebangun dan homogen, sudah sejak
lampau diyakini banyak orang.
Di kalangan orang asing misalnya, dalam kajian
psiko-sosial ada semacam konsensus bahwa orang Jerman pandai di bidang teknik,
sementara orang Irlandia agak tumpul pemikirannya, dan semua wanitanya
emosional. Orang Perancis sangat romatis, sedang orang Negro kurang
bertangungjawab. Itulah contoh stereotip.
Siapapun dan apapun yang keluar dari
stereotip, dianggap aneh dan nyleneh. Ia menjadi tidak umum dan cenderung
dihindari banyak orang. Dari sinilah, awal manusia terjebak dalam
prasangka-prasangka buruk terhadap apa saja.
Dalam perspektif social cognition, pakar
psikologi sosial Russell Spears menyebutkan, manusia berhadapan dengan realitas
sosial yang kompleks, sehingga memiliki kecenderungan membagi sesuatu dalam
kategorisasi atau kelompok untuk menyederhanakan persoalan.
Stereotip mendorong manusia menjadi pelit dan
malas berpikir, sehingga beresiko banyak menuai kesalahan dalam penyimpulan.
Namun stereotip tetap dipakai karena menghemat energi. Sungguh ini pendapat
yang menyesatkan.
Dalam bisnis, kecenderungan stereotipisasi
juga membudaya. Orang maunya sesuai pakem saja. Asumsi-asumsi menggiring pebisnis
pada pemahaman bahwa informasi, kegiatan bisnis yang stereotip selama ini,
dianggap lebih cepat diproses dan direspon pasar. Benarkah demikian?
Kita semua pasti mengenal baik nama Tirto
Utomo dengan bisnis Aqua-nya atau Sosro dengan teh botolnya. Bisnis mereka,
pada awalnya diangap bisnis gila karena menyimpang dari stereotip. Di luar
kebiasaan, mereka membisniskan barang yang umum, tapi tak umum. Tapi siapa
sangka, air yang melimpah ruah di alam semesta menjadi “semahal” emas. Teh yang
biasanya diminum tak lama setelah diseduh, menjadi nikmat disimpan berlama-lama
di botol.
Konon, perilaku Tirto dan Sosro pernah
dianggap lelucon bisnis yang absurd. Namun kini, orang berduyun-duyun
mengikutinya. Dan ketika orang mengalami euphoria, barangkali kedua orang
perintis itu sudah lari lagi dengan konsep gilanya yang lain.
Contoh ide gila yang lain adalah larutan
penyegar Cap Kaki Tiga. Produk yang berisi semacam air ini juga terbilang
absurd. Tapi lihatlah “khasiatnya”, ia mampu mengusir panas dalam. Buntutnya,
kemasan air itu juga laris bak kacang goreng.
Psikolog dunia Sigmund Freud dengan teori
psikoanalisanya mengemukakan, dalam diri setiap manusia sebenarnya terdapat
syaraf-syaraf impulsif yang mendorong manusia untuk berbuat dan beraktivitas.
Dorongan kuat syaraf ini bisa membuat manusia ‘gila’ dan mewujudkan
aktivitasnya dengan amat sangat inovatif plus kreatif.
Selama ini perjalanan waktu telah membuktikan
bahwa bisnis “orgil” (baca: orang-orang dengan ide gila) tahan segala cuaca.
Tak tergerus krisis, pasar bebas dan reaganisme. Ia tak takut apapun, karena
punya banyak amunisi inovasi untuk ditembakkan menjawab perubahan zaman.
Menyiasati perubahan tren kehidupan dan tren
bisnis, tak cukup hanya dengan pakem yang ada. Atau hanya mengandalkan jalinan
stereotipisasi yang sudah mapan. Perlu menggali sesuatu yang lain, yang selama
ini luput dari perhatian orang. Apa kira-kira itu? Berpikirlah “gila” supaya
ide gila seperti milik Tirto, Sosro dan Kaki Tiga bisa lahir.
Menciptakan sesuatu yang berbeda dan baru, selalu
mampu membuat orang terhenyak untuk melirik dan mencoba produk kita, ketimbang
melakukan “penyeragaman” dengan maksud mengekor sukses produk yang suda ada.
Memulai Usaha dengan Mimpi
Islahuddin
Suasana penuh keakraban terlihat pada acara
launching Young Enterpreneurshiop Start Up (YES) Club Jakarta, Maret lalu di
gedung Design Center Jakarta. Walau acara itu baru digelar di hari pertama,
para peserta yang berjumlah sekitar 25 orang nampak akrab berinteraksi. Sesi
terakhir yang banyak diisi tanya-jawab, pun menjadi ajang yang sangat meriah.
Pada sesi itu, masing-masing peserta diberi waktu melontarkan usaha yang telah
mereka rintis, dan cita-cita mereka sebelumnya.
Suasana seperti ini sangat disyukuri Direktur
YES Club Jakarta, Himawan Adibowo. “Yes Club belum berumur satu hari, tapi
rupanya sudah terbentuk kerja sama bisnis di dalamnya,” ujar Himawan sambil
tersenyum.
Dari peserta yang sebagian besar merupakan
mahasiswa itu, tak satupun mempunyai usaha berskala besar. Bisa dibilang
rata-rata hanya bermodalkan nekat. Azuz Saputra misalnya, mahasiswa semester
enam Jurusan Manajemen di School of Bussines and Management (STIEKPI), selain
mau belajar, ia juga harus menjauhkan gengsi untuk memulai dan menggeluti
usahanya.
Saat ini, bersama seorang rekannya, Azuz
sukses menjadi distributor kentang goreng kemasan di areal kampusnya. Menurut
Azuz, sudah bukan saatnya lagi masyarakat menilai suatu pekerjaan itu bergengsi
atau tidak. Karena yang terpenting adalah bagaimana bisa terus berusaha dan
menghasilkan uang sendiri.
Memang diakuinya, bahwa usaha yang ia jalani
sejak tiga bulan lalu itu sangat kecil. Hanya bermodal awal 80 ribu rupiah yang
ia belanjakan untuk membeli 40 bungkus kentang goreng kemasan, saat itu ia
sanggup menjualnya habis dalam tempo empat hari. Kini, setiap bulan Azuz
minimal mampu mengantongi laba 800 ribu rupiah.
Jumlah rupiahnya memang kecil, tapi bagi Azuz
yang penting adalah bagaimana menumbuhkan keberanian untuk berusaha, dan
memutus ketergantungan pada orangtua. Ia berharap, pengalaman menjadi
distributor kecil-kecilan ini menjadi modal untuknya kelak menjalani bisnis
yang lebih besar.
Tidak Memilih Rezeki
Dari cerita dan pengakuan yang dipaparkan para
peserta Yes Club, terbukti bahwa modal nekat, tahan malu, dan berkhayal, telah
banyak mengantarkan para pengusaha untuk memapak sukses dari nol.
Farry Iskandar juga membuktikannya. Sebelum
menjadi pengusaha alat-alat petualangan yang dipasarkan secara online, Ferry
bekerja sebagai karyawan di sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM). Walau gaji
tak besar, bekerja di LSM membuat Ferry nyaman mendapat penghasilan tetap.
Suatu ketika, Ferry memutuskan berhenti menjadi
karyawan dan memilih membuka usaha sendiri. Keputusan itu tentu disayangkan
banyak rekan dan kerabatnya. Apalagi di masa awal usaha, Ferry sering menggelar
dagangan di emperan jalan sekitar kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
setiap Minggu pagi.
Belum lagi tekanan mental yang harus dirasakan
Ferry akibat anggapan miring masyarakat yang menilai bekerja di kantor lebih
terhormat daripada berdagang di emperan jalan. “Masa awal memulai usaha sangat
menyedihkan. Banyak yang menganggap pekerjaan ini sebelah mata,” ujar Ferry.
Pada 2004, bermodal uang delapan juta rupiah
di tangan, Ferry jalankan usaha dengan keyakinan bahwa itulah satu-satunya
pilihan terbaik untuk meningkatkan penghasilan dirinya. Apalagi saat itu ia
sudah ingin berumahtangga, yang ia sadari, kelak tentunya ia butuh penghasilan
lebih tiap bulannya untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Tak keliru Ferry memilih jalan hidupnya. Saat
ini terbukti ia bisa menikmati limpahan keuntungan hasil usaha dan buah strategi
dirinya untuk terus berjuang dan tak memilih-milih rezeki. Meski banyak
perusahaan besar yang bergerak di bidang yang sama, namun Ferry tak gentar.
Karena mereka jarang melayani partai eceran, apalagi via online seperti yang ia
lakukan.
Kini usahanya perlahan berkembang, tak kenal
lelah ia terus berupaya membesarkannya lagi. ”Sampai sekarang, saya masih terus
berjuang menggapai mimpi yang besar,” tandas Farry.
Usaha Tiada Henti
Kisah serupa namun tidak sama juga dialami Edi
Kurniawan, mantan karyawan sebuah perusahaan otomotif di wilayah Tangerang.
Suatu ketika, komunitas Tangan di Atas (TDA) menggelar kegiatan magang yang
disebut TDA Apprentice.
Walau kegiatan magang berskala tiga bulan itu
tidak memberinya gaji ataupun uang transport, namun berkat keinginan untuk
belajar dan menggali ilmu menjadi pengusaha, Edi berani memutuskan untuk
meninggalkan kemapanan hidup sebagai karyawan.
Saat itu peserta magang berjumlah sepuluh
orang, yang ditempatkan di stan milik Haji Alay di kawasan grosir Tanah Abang, Jakarta
Pusat. Namun hanya dua orang yang sanggup mengikutinya sampai akhir, salah
satunya adalah Edi. Selama magang, Edi memperhatikan adanya celah menjanjikan
dari prospek bisnis online. Maka selepas magang, ia memilih usaha jual beli
pakaian bayi usia tiga tahuan ke bawah secara online. Dan pengetahuan tentang
dunia garmen yang ia dapat selama magang, sangat membantu perkembangan
usahanya.
Edi memiliki alasan kuat mengapa ia bersikeras
beralih profesi menjadi pengusaha. Karena ia sangat yakin, bahwa dunia usaha
tak ada matinya, selama orang mau berusaha. Keyakinan itu semakin besar ketika
Haji Alay, yang merupakan saudagar sukses di Tanah Abang, memotivasinya. Haji
Alay sering menekankan, bahwa uang berserakan di mana-mana, dan terus berputar
selama 24 jam. Dengan sepuluh tangan sekalipun, kita tak akan sanggup memunguti
semua serakan itu, kecuali kita mengetahui caranya.
Jerih payah yang dimulai sejak dua tahun itu
kini telah menuangkan hasil. Selain bergerak di bisnis online, Edi juga telah
mempunyai dua buah toko di Gedung Jakarta City Center (JaCC). Omset rata-rata
perbulan yang ia dapat bisa mencapai 100 juta rupiah, dengan 70-80% berasal
dari penjualan online.
Menurut Edi, dua tahun bukanlah waktu yang
lama. Namun selama itulah kemampuan seseorang untuk bertahan dalam berusaha
ditentukan. Salah perhitungan memang sempat dirasakan Edi, namun itu ia jadikan
sebagai ilmu yang tak ternilai, yang ia jaga agar tidak kembali terulang di
masa mendatang.
Belajar dari Mimpi
Sementara itu, Atik Wahyu Naryati pengusaha
budidaya jamur, kini telah menuai hasil jerih payahnya. Atik yang memulai usaha
di akhir 2005 lalu, pada pertengahan 2006 saja sudah menuai hasil yang cukup
signifikan, dan usahanya berkembang kian stabil. Bermodal awal hanya enam juta
rupiah di tangan, kini setiap bulan Atik menuai sekitar 5-10 juta rupiah
keuntungan.
Di bawah bendera CV Fanindo Multi Farm,
berbagai jenis jamur kini ia budidayakan. Agar bisa diedarkan ke berbagai
tempat dengan mudah, ia kemas bahan dagangannya dalam bentuk jamur kering.
Karena keberhasilannya itu, banyak orang dari berbagai daerah datang kepadanya
untuk belajar. Dengan tangan terbuka Atik menerimanya.
Kisah sukses juga ditorehkan Masbukhin and
Nuni. Pasangan harmonis lulusan Universitas Brawijaya Malang ini, memulai bisnis
telepon seluler sejak 2003 lalu. Mereka berdua mendobrak kemapanan tradisi para
sarjana yang biasanya lebih memilih berpakaian necis dan menjadi karyawan
kantoran.
Masbukhin and Nuni kini sukses memiliki
beberapa outlet grosir di Pulogadung Trade Center dan tempat-tempat lain di
Jakarta. Seluruhnya tergabung di bawah payung PT Prima Prada Cellular (PCC)
yang mereka dirikan.
Bermodal mimpi ingin menjadi sukses, awalnya
mungkin banyak dicemooh orang sekitar. Namun jika ingin menjadi pengusaha
sukses, modal nekat merupakan salah satu hal yang harus dimiliki.
Hal ini sangat tegas diakui pengusaha sukses
Martha Tilaar. Jatuh bangun usaha yang dilakukan ikon kecantikan Indonesia
sejak awal dekade 70-an itu, kini terlihat hasilnya. Usahanya terus menggurita.
“Jika ingin menjadi pengusaha, kita harus berani untuk nekat, dan
menggantungkan mimpi setinggi langit,” tegas Martha.
Langkah Awal Memulai Bisnis
AR Junaedi
Pengelola bisnis ritel busana dan transportasi
internasional, tinggal di Jakarta.
Suatu ketika, Ria, seorang mahasiswi tingkat
akhir dan sebentar lagi lulus di salah satu universitas ibokota, berkonsultasi
kepada saya melalui blog pribadi saya. “Bapak, saya sangat termotivasi dan
ingin membuka usaha. Karena menurut saya, bidang ini adalah yang terbaik
daripada saya susah2 mencari kerja. Dari dulu, saya punya mimpi suatu saat saya
ingin menciptakan lapangan kerja untuk orang-orang di sekitar saya. Dan
jawabannya saya temukan, yaitu dengan merintis usaha. Tapi, saya saat ini masih
belum percaya diri dan punya cukup keberanian untuk memulainya. Mengingat saya
juga masih akan memulai terjun di dunia kerja.”
Senang sekali mendengar mengakuan tulus
seorang mahasiswa yang ingin memulai usaha sendiri, di kala banyak
teman-temannya justru berebut ingin menjadi karyawan. Walau memang, tak ada
yang salah dengan karyawan, tapi saat ini Indonesia justru sedang butuh
lahirnya banyak entrepreneur untuk menguatkan kemandirian bangsa ini.
Untuk menjawab pertanyaan Ria di atas, hal apa
yang harus dipersiapkan untuk merintis usaha? Jawaban simpel: Mulai saja! Ya,
mulai saja. Biasanya, kalau kita memikirkan persiapan, akan semakin lama kita
akan dapat memulai sesuatu. Bukankah kita memang paling ahli untuk menunda
dengan beribu alasan yang menurut kita masuk akal?
Karenanya, tak perlu menunggu mental kuat
untuk melangkah. Karena mental justru akan terasah ketika kita sudah memulai
dan langsung bergelut dengan usaha. Tidak perlu juga menunggu sampai punya
percaya diri (Pede). Karena Pede pun terbentuk dengan terjun langsung di bisnis
tadi.
Ada seorang sahabat sangat ingin membuka
bisnis apotik. Sudah dengan perhitungan modal untung rugi yang matang, tanya
kana-kiri pada ahli, dan sudah melihat-lihat lokasi, tapi ia tidak juga
memulai. Itu ia lakukan setahun lalu. Sekarang, apa yang terjadi? Masih tidak
ada perubahan. Karena ia tidak juga memulai usahanya dengan berbagai alasan.
Excuse. Akibatnya, tempat-tempat yang ia incar dulu untuk lokasi apotik,
sekarang sudah diisi oleh apotik orang lain. Orang yang berani bertindak.
Seperti orang yang ingin pergi ke Bandung,
sahabat saya itu tak pernah sampai Bandung karena tidak ada langkah pertama. Ia
sibuk berecana, mencari peta, belajar mendalami Kota Bandung. Selama ia tidak
mulai melangkah, tentunya tak akan mungkin ia sampai ke kota tujuan.
Namun, bagi yang berani memulai perjalanan,
meski tidak tahu jalan sama sekali, ia akan tetap sampai. Dalam perjalanannya,
memang bisa saja ada berbagai kendala dan hambatan. Tapi dengan tetap konsisten
berjalan dan jelasnya tujuan, ia pasti akan sampai. Bahkan ia bisa menemukan
jalan pintas. Jadi, mulailah segalanya dari yang kecil, fokus dan tetap pada
impian kita.
Motivasi Diri
Agar perjalanan kita bisa sampai ke tujuan
yang kita impikan, ada beberapa tahapan yang sering digunakan sebagai dasar
pemikiran dan kegiatan Komunitas Tangan di Atas (TDA):
Pertama, pray (berdoa). Sebelum memulai
aktivitas apapun, menghadaplah pada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kaya, Sang Maha
Menentukan. Tundukan hati dan mintalah petunjuk-Nya, agar pilihan-pilihan yang
kita ambil makin mendekatkan pada mimpi kita dengan jalan yang baik. Karena
jalan Tuhan adalah jalan kebaikan.
Sering kali kita lupa. Kita menghadap Allah,
hanya di saat susah atau “mentok” saja. Tidak salah memang, karena Allah pasti
menerima kita dalam kondisi apapun. Namun, alangkah indahnya bila saat kita
memulai perjalanan ditemani oleh Sang Maha Kasih, yang akan akan Menjaga dan
Memberikan hasil terbaik untuk kita. Allah pasti tak akan membiarkan hamba-Nya
yang sungguh-sungguh berikhtiar tanpa balasan berlimpah. Berdoalah, pasti akan
Allah kabulkan.
Kedua, reason (alasan yang kuat). Miliki
alasan yang kuat, mengapa kita harus berhasil dalam bisnis. Alasan yang
bersifat personal. Bisa dengan menciptakan “surga” dan “neraka”. Maksudnya,
surga: mencari alasan terkuat yang bisa membuat bahagia diri kita, ibu, bapak,
saudara atau orang yang kita cintai.
Misalnya, kita ingin memberangkatkan orangtua
kita beribadah haji. Bayangkan dan rasakan kebahagiaan wajah ibunda dan
ayahanda yang bisa berangkat ke tanah suci berkat hasil kerja keras kita.
Bayangkan rasa bangga mereka melihat keberhasilan bisnis kita, yang bisa
mengantarkan mereka menunaikan kewajiban sebagai muslim itu.
Atau banyak alasan lainnya untuk menciptakan
“surga”. Seperti yang keinginan menciptakan lapangan kerja bagi banyak orang,
seperti yang diinginkan Ria di atas. Bayangkan itu sudah terjadi, dan rasakan
kebahagiaan karyawan kita ketika bekerja dan menerima penghasilan dari lapangan
kerja ciptaan kita. Semua itu tentu akan menjadi alasan kuat yang akan
mendorong kita untuk bekerja dengan segenap tenaga dan konsisten mencapai yang
kita inginkan.
”Neraka”, yaitu dengan membuat alasan terkuat
-yang juga bersifat personal-, yang bila kita tidak berhasil, maka diri kita
sendiri atau orang yang kita cintai akan menderita.
Beberapa waktu lalu, ketika saya berkunjung ke
rumah sakit, ada sebuah keluarga yang sedang berkumpul, merundingkan apakah
ayah mereka yang sedang sakit berat akan tetap masuk ruang ICU dengan biaya
mahal, atau dibawa pulang saja dengan resiko fatal, karena ketiadaan biaya.
Tentu kita tak ingin hal itu terjadi pada
keluarga kita. Kita pasti ingin memberi perawatan terbaik untuk orang yang kita
cintai. Keadaan sulit bagaikan neraka seperti itu, bisa menjadi alasan sangat
kuat mengapa kita harus berhasil.
Jadi, cobalah mencari tahu: What is your self
emosional burning desire to make you consistance in action? Apa landasan
emosional diri Anda yang akan membangun keinginan untuk membuat Anda konsisten
melakukan sesuatu. Dengan alasan yang bersifat personal dengan melibatkan emosi
diri, kita akan lebih bersungguh-sungguh, ketimbang alasan yang bukan dari
dalam diri.
Ketiga, belief (sikap mental). Keyakinan yang
tertanam dalam diri kita, akan menentukan pola pikir dan membentuk karakter
diri dalam merespons setiap hal yang terjadi.
Belief sudah tertanam dalam diri kita sedari
kecil. Keyakinan yang keliru, yang bisa saja sudah melekat dalam diri kita,
akan menghambat kemampuan kita yang sebenarnya luar biasa. Contoh, ada orangtua
lebih bangga anaknya setelah lulus kuliah, mendapat pekerjaan di perusahaan
besar. Atau menjadi pegawai negeri ketimbang menjadi wiraswasta.
Belief seperti ini, akan membuat pola pikir
kita mengarahkan kita untuk mengesankan, bahwa wiraswasta bukan hal yang bisa
menjadi jalan kesuksesan kita. Menjadi pengusaha, digambarkan bagai sesuatu
yang sulit. Banyak resiko. Bidang itu hanya spesial untuk orang yang punya
darah pengusaha. Dan berbagai keyakinan lain yang sebenarnya masih perlu
dibuktikan kebenarannya.
Belief seperti ini bisa gantikan dengan
keyakinan yang baru. Caranya, dengan membuka lagi wawasan kita dengan bergaul
bersama orang sukses. Atau lakukan ATM (Amati, Tiru, lalu Modifikasi) jejak
rekam kesuksesan para pengusaha. Nantinya, belief yang menghambat di atas, akan
tergantikan dengan belief yang membangun.
Disamping itu, kita perlu mereset ulang
keyakinan, dan kembali meyakini bahwa kita bisa sukses. Memang, ada kemungkinan
kita untuk gagal. Tapi mengapa kita tidak berfokus pada kemungkinan kita akan
berhasil?
Thought become thing. Apa yang Anda pikirkan
akan menjadi kenyataan. Apa yang Anda yakini: Anda bisa atau Anda tidak bisa,
adalah benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar